Kamis, 29 Mei 2008

KORPORASI BERAKSI, MASYARAKAT SEKARAT, PEMUDA BERGERAK

Oleh: M. Yunus BS.*

Beberapa tahun yang lalu menjelang memasuki abad ke-21, masyarakat kepulauan sempat dihadapkan pada uporia yang begitu luar biasa seiring masuknya sejumlah perusahaan raksasa alias korporasi-korporasi global yang nota bene berbasis eksplorasi minyak gas. Tidak terkecuali masyarakat kepualauan Sapeken, yang oleh sejumlah peneliti dipandang sebagai salah satu kepualauan yang memiliki potensi minyak gas cukup berlimpah. Kegembiraan mereka tentu saja cukup beralasan.

Pertama; Masyarat kepulauan (Sapeken) yang selama ini dipandang sebelah mata ternyata menyimpan daya tarik yang cukup bagi memikat sejumlah perusahaan, sehingga dimungkinkan akan mengangkat nama mereka. Kedua; Dengan masuk masuknya perusahaan-perusahaan tersebut, suatu petanda bahwa masyarakat Sapeken tidak lama lagi akan memperoleh lapangan pekerjaan yang luas.
Ketiga; Berdasarkan salah satu program sampingan (sekarang sudah menjadi program wajib seiring dengan tertibnya Undang-undang perseroan) yang dimiliki setiap perusahaan dalam bentuk Corporate Social Responsibility (CSR) (selanjutnya baca Yunus: Kejahatan Korporasi), kehadiran suatu perusahaan besar diyakini dapat membantu masyarakat setempat untuk meningkatkan kualitas infratruktur daerah atau kawasan tempat perusahaan tersebut beroperasi. Dan keempat; Di samping, perusahaan-perusahaan tersebut sekaligus akan menambah rute perjalanan wisata para turis dari Bali ke pulau Sapeken. Kedatangan mereka tentu akan menjadi pemandangan yang sangat menarik bagi masyarakat di sana. Maklum, yang namanya masyarakat terpencil, turis seolah menjadi sesuatu yang “aneh bin ajaib”, sehingga selalu memancing perhatian tersendiri. Apalagi kalau turisnya cewek-cewek cantik dengan pakaian yang serba mini, alamak…indahnya men…!? (yang terakhir ini cuma guyonan). Dan masih banyak alasan lain yang tidak perlu disebutkan di sini.
Yang pasti, bagi masyarakat kepulauan – termasuk juga masyarakat daratan lainnya – perusahaan selalu dipandang sebagai salah simbol kemajuan, sehingga mereka senantiasa menanti-nanti kehadirannya. Tapi apa yang terjadi setelah perusahaan-perusahaan raksasa tersebut datang? Benarkan korporasi-korporasi itu membawa kesejahteraan bagi masyarkat setempat? Tentu saja tidak. Alih-alih akan mendatangkan kesejahteraan, perusahaan-perusahaan tersebut justeru akan menghadirkan setumpuk persalahan besar yang dapat mengancam masa depan perekonomian masyarakat. Tentang dampak buruk di atas, kita cukup belajar pada beberapa kasus yang sudah terjadi di beberapa tempat. Seperti pada 2001, terjadi kebocoran industri migas di Desa Rahayu Kecamatan Suko, Tuban, milik Devon Canada dan Petrochina.
Selama proses produksi flair sumur tersebut terus mengeluarkan gas SO3 dan H2S, akibatnya hingga radius 500 meter kegiatan pertanian di sekitarnya mati total. Pada 29 Mei 2006 terjadi semburan lumpur Lapindo. Pada 29 Juli 2006 sumur minyak Sukowati milik Petrochina di Desa Campurejo, Kabupaten Bojonegoro terbakar. Sementara pada 2007 ratusan nelayan di Bangkalan tidak bisa lagi melaut karena beroperasinya Santos. Jadi, 19 Juta lebih penduduk Jatim sebenarnya sedang hidup berdampingan dengan resiko bencana industri migas yang sangat tinggi.
Dampak semacam itulah yang akan menimpa masyarakat kita juga kelak sebagai dampak dari pengeboran di pulau Pagerungan, Sepanjang, Sakala, dan lain sebagainya. Infrastruktur pun sama sekali tidak tertolong selain sebatas sekitar kawasan perusahaan itu sendiri. Itu pun bukan untuk kepentingan masyarakat, melainkan karena tuntutan desain perusahaan itu sendiri. Pulau Pagerungan Besar misalnya, jika dikalkulasi berdasarkan hasil eksplorasi minyak gas yang dilakukan perusahaan di sana, sudah semenstinya masyarakat pulau berpenduduk sekitar 4.500 jiwa ini selamat dari ancaman kemiskinan. Infrastruktur di sana pun seharusnya sudah melampaui pulau-pulau lainnya.
Sebab sebagaimana diketahui, bahwa hingga kini telah banyak perusahaan migas baik dalam maupun luar negeri melakukan eksplorasi di kawasan pulau itu. Bahkan beberapa blok telah selesai dilakukan drilling atau pengeboran. Perusahaan-perusahaan yang telah mengeruk hasil bumi Pulau Pagerungan Besar, di antaranya adalah Arbani (Arco Bali North Indonesia), Medco, Amoco, Beyond Petrolium (BP) serta PT Energy Mega Persada (EMP) Kangean Ltd. Arco, yang mulai melakukan pengeboran semenjak tahun 1982, di mana yang menjadi sasaran pertamakali adalah di Blok Terang 1, Blok Sakala 1, Blok Igangan 1. Pada 1985 Arco proses pengeboran tersebut dilanjutkan di Blok Pagerungan 1, 2, 3, 4, dan 5. Pada bulan Februari 1988, Arco melanjutkan pengeboran di Blok Kangean dan di tempat itu ditemukan cadangan gas (Surya, 23/01/07). Pada 1993, Arco menemukan cadangan gas di Blok Kangean Barat 2 dan 3. Disusul kemudian cadangan gas baru di Blok Sirasun 1, Blok Apprasial atau Sirasun 2. Kemudian pada 2005 perusahaan yang telah berganti posisi ke EMP Kangean Ltd dalam uji seismik 3 dimensi di daerah Blok Terang - Sirasun dan Batur telah ditemukan kandungan gas.
Pengelolaan perusahaan gas di Pagerungan Besar pada dasarnya telah berkali-kali ganti posisi. Semula Blok Kangean dikelola oleh Arco Bali North Indonesia pada 1980. Kemudian pada tahun 1982 perusahaan tersebut melepas 40 persen sahamnya pada Beyond Petrolium (BP) dan pada 1998 telah diambil alih pengolahannya oleh BP. Pada tahun yang sama BP membuka kerjasama dengan Amoco Ltd, yang kemudian melebur menjadi BP - Amoco. Pada tahun 2000 BP - Amoco telah bergabung dengan Arco Ltd. Sehingga pada tahun itu perusahaan migas yang terletak di Pulau Pagerungan telah berganti nama menjadi BP Kangean Ltd.
Pada tahun 2004, tepatnya di bulan Agustus BP Kangean Ltd menjual perusahaannya kepada Energy Mega Persada (EMP) Kangean Limited. Berdasarkan kontrak sebelumnya semasa dipegang Arco kegiatan itu akan berakhir 2010. Namun pasca pembelian PT EMP Kangean Ltd, kontrak diperpanjang hingga 2030.
Dalam catatan Harian Surya (23/01/07), Pulau Pagerungan Besar memproduksi gas alam awalnya sebesar 175 MSCF (million standard cubic feet) per hari yang disalurkan melalui pipa bawah laut 28 inci sepanjang 450 KM menuju Porong (sebagai home base). Dari home base ini kebutuhan gas alam dipasok untuk memenuhi kebutuhan di Petrokimia, Perusahaan Gas Negara (PGN) dan PT PJB Unit Pembangkit Listrik. Sedangkan nilai produksi total Indonesia share (bruto) $ 83.558.000 atau sekitar Rp 781.267.300.000 (tahun 2004).
Demikianlah, sepintas Pagerungan Besar menyiratkan roman-roman keindahan yang dipancarkan menara perusahaan-perusahaan di atas, seiring dengan penghasilan minyak gasnya yang sangat menggila, sehingga Pagerungan Besar seolah menjadi pulau yang makmur dan sejahtera. Namun sayang, roman-roman keindahan tersebut justeru menyimpan sejuta penyiksaan bagi masyarakat setempat khusunya, dan masyarakat Sapeken secara umum.
Persoalannya adalah, mengapa masyarakat kita hanya menjadi penonton dan tidak bisa menikmati hasil kekayaan alam tersebut? Jawabannya Cuma satu, karena perusahaan-perusahaan di atas sebenarnya bukan milik Indonesia, melainkan milik asing. Sekedar diketahui, bahwa dari 158 blok migas di Indonesia, hanya 21 blok saja yang dikelola oleh Pertamina (milik Indonesia), sementara 137 lainnya adalah dikuasai asing. Itulah sebabnya, hasil pengerukan minyak gasnya pun lebih banyak dinikmati asing.
Melihat siklus permainan yang dilakukan perusahaan-perusahaan di atas terhadap pulau Pagerungan Besar, akankah masyarakat Sepanjang, Sakala, dan beberapa pulau lainnya yang masuk dalam gugusan Kepulauan Kangean juga mengalami hal yang sama setelah potensi alamnya mulai dikeruk? Jika harus demikian, lalu siapakah yang harus bertanggung jawab? Berharap pada pemerintah tentu saja sudah sangat tidak memungkinkan. Sebab, perusahaan-perusahaan di atas bisa beroperasi justeru karena membangun jalinan perselingkuhan dengan pihak pemerintah.
Karena itu, tak ada lagi yang diharapkan selain kaum pemuda, terutama kalangan mahasiswa setempat yang harus lebih banyak bergerak melakukan penyadaran pada masyarakat. Sebab, merekalah satu-satunya agen perubahan sosial (agent of social chang) yang masih bisa diharapkan. Energisitas kepemudaan dan tingkat kritisisme mereka yang masih sangat kuat dianggap relatif mampu untuk mengusung wacana-wacana kemasyarakatan sembari melakukan pendampingan setiap saat. Karena itu, jika mereka sudah tidak mampu lagi melakukannya, maka tidak lama lagi Sapeken benar-benar akan tenggelam oleh hegemoni perusahaan yang berwatak kapitalistik itu. Suatu petanda bahwa Sapeken tidak lama lagi akan hanya tinggal nama. Semoga tidak…!

*Penulis adalah putera Sepanjang, Sapeken, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Kutub Yogyakarta (LKKY). Karya-karyanya berupa artikel/opini telah dipublikasikan di berbagai media, baik lokal maupun nasional. Email: bs_yunus@yahoo.com. Tlp. 081328609238.

Sammbongane...

“SAPEKEN”, MAU DI BAWA KEMANA…….?

Oleh : Tahta amrillah

Sapeken adalah salah satu kecamatan yang paling mapan di bandingkan dengan kecamatan-kecamatan lainnya yang ada di kabupaten Sumenep. Kecamatan sapeken mepunyai sejarah yang terkenal suatu daerah kepulauan yang kaya dengan hasil lautnya, sehingga saat ini sapeken dapat dikatakan masih dibilang berjaya karena hasil lautnya dan sumber tambang minyak. .Keberadaan minyak yang menjanjikan, sehingga tidak heran kalau banyak para pemodal dari kota-kota dan investor asing mulai melirik dan menamkan usahanya di sapeken.
Dan celakanya sejak para pemodal, investor asing mulai memperluas usahanya sampai sekarang mulai tidak bisa diatasi. Sapeken yang dulu indah dan terkenal dengan hasil lautnya ikan yang biasa keluar masuk di terumbu karang kini sulit lagi untuk di tangkap oleh para nelayan masyarakat sapeken, entah sampai kapan masalah ini dapat di atasi?. Ini menjadi tanda tanya bagi semua kalangan, karena sampai sekarangpun pemerintah tidak pernah mengatasinya. Disisi lain maraknya penangkapan ikan dengan cara illegal ( baca:potas dan pengeboman ) yang semakin hari semakin tak teratasi, dan ketika ini di biarkan berlarut-larut akan menjadi mala petaka besar bagi masyarakat sapeken, khususnya para nelayan. Kondisi seperti ini menjadi tanggung jawab bersama sekaligus menjadi pertanyaan yang harus di jawab bersama.

-hak masyarakat belum terpenuhi
Ketidak seimbangan pendidikan terhadap masyarakat, maka kesadaran untuk membangun daerah sendiri menjadi kendala besar yang akhirnya timbal baliknya pada perekonomian masyarakat. Ketidak berhasilan pemerintah setempat dalam membangun ( modal ) hasil minyak dan hasil laut ( Ikan ) maka kemungkinan yang terjadi, pendapatan masyarakat semakin berkurang.
Tidak di pungkiri kekuatan pemodal semakin berjaya yang tujuannya adalah memonopoli pasar artinya, hasil yang diperoleh dari masyarakat menjadi keuntungan individual masing-masing, bukan milik pemerintah setempat. Disamping itu pula ruang korupsi bagi pemerintah setempat menjadi luas. Hal ini tidak sedikit laba yang di dapatkan ketika berdiri sebuah Pertamina pengoboran minyak yang ada di pagerungan dan sepanjang.
Hingga sampai sekarang masalah listrik menjadi perbincangan yang operasinya tidak sampai 24 jam, itupun kadang mengalami kerusakan, kadang nyala dengan secara bergiliran dan bahkan mati total sampai berbulan-bulan dan permintaan akan listrik menjadi kebutuhan masyarakat, khususnya masyarakat kepulauan di Kecamatan sapeken.
Jika dilihat dari potensi wilayah, maka masih banyak aset-aset yang tidak tergali yang terkandung dalam sumber daya alamnya, di samping bidang kelautan, sapeken juga kaya dengan daerah wisata diantara dari kesembilan kepulaun yang ada di sapeken, salah satu contoh, hamparan pantai di pulau sasiil ( baca pantai bajo ) yang tidak kalah jauh beda dengan keindahan pantai kuta yang ada di bali, dan pulau karang yang ada di kepulauan tanjung kiaok, dan masih banyak daerah wisata lainnya yang ada di kepulauan yang ada di sapeken.
Namun entah sampai kapan hal ini terjadi? sehingga wajar saja di bilang kecamatan sapekan seperti anak tiri yang tidak pernah di perhatikan oleh pemerintah, khususnya pemerintahan propinsi.
Selain itu juga dibidang transportasi, misalnya kapal yang tidak memadai untuk di tumpangi sehingga penumpang rela untuk bertumpuk-tumpukan dengan barang muatan. Di samping kapal ini adalah akses untuk kemajuan perekonomian masyarakat sapeken, contoh kongkrit lain misalnya minimnya fasilitas dan kualitas pendidikan, baik di tingkatn SD,SMP,SMA,dan sederajat, selain itu juga banyaknya dana yang di alokasikan untuk pendidikan yang tidak tepat sasaran, hal ini berdampak pada lemahnya kualitas peserta didik dalam mengkaji ilmu di sekolah.
Mengapa hal ini harus di perhatikan? karena kemajuan pembangunan bukan di ukur dan di lihat dari fisiknya tetapi di lihat dari kualitas manusianya ( skill ) dan SDMnya yang akan menjadi generasi penerus untuk daerahnya

-Pembentukan kabupaten Sapeken
Ada pepatah mengatakan sesuatu yang tidak tejadi pasti akan terjadi, namun untuk menciptakan sesuatu butuh proses yang panjang. Ketika mengutip pernyataan Bapak Badrul aini, DPRD dari fraksi PKS pada waktu seminar nasional yang diadakan oleh HIMAS, mengatakan”pembentukan kebupaten adalah hal yang wajar, tetapi ketika melihat kebupaten-kebupaten yang baru terbentuk banyak pertimbangan-pertimbangan, terutama masih banyak hari ini konsep peningkatan kesejahteraan tidak jelas proyeksinya dan realisasinya yang artinya, bukan alasan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat terpenuhi melalui pembentukan kabupaten, tetapi yang terpenting bagai mana pemerintah menerapkan ekonomi kerakyatan yang benar-benar berpihak pada rakyat.
Gagalnya ekonomi dan pembangunan yang di lakukan oleh pemerintah, akibat adanya elit-elitpolitik, para intlektual dan segelintir orang-orang yang mengatas namakan kepentingan rakyat demi mewujudkan cita-citanya. Hal ini sangat transidental dengan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang.
Masalah pembentukan kabupaten adalah hal yang tekhnis, tapi yang terpenting adalah bagaimana dalam waktu yang panjang membangun basic-basic ekonomi yang kuat sebagai pondasi bagi rakyat yang sesungguhnya. Permasalahan politik adalah hal yang nomor dua setelah kekuatan ekonomi terbangun, maka kelangsungan politik akan terbangun dengan sendirinya.

Penulis : adalah mahasiswa UIN yogyakarta
Aktif di L-KMPI ( lesehan kmonitas mahasiswa persatuan islam )

Sammbongane...